Minggu, 20 Juni 2010

Propety Sustainabel

Kata sustainable sudah lama diperkenalkan sehubungan dengan soal perlindungan lingkungan. Tetapi selama itu pula kata ini punya arti yang terlalu luas dan baru belakangan saja kata sustainable mulai lebih dipertajam maknanya, misalnya dalam urusan bangunan, yaitu sustainable building, sustainable construction atau sustainable development.

Dengan bangunan yang sustainable, banyak sekali inovasi yang bisa dikembangkan dan jauh lebih dari sekadar wacana, banyak hal baru bisa diterapkan yang berakar dari pemikiran dan keprihatinan yang mendalam mengenai lingkungan hidup kita.

Apa yang dimaksud dengan sustainable building?

Ada banyak pendapat mengenai apa itu bangunan yang sustainable, namun pada dasarnya prinsip sustainable pada bangunan adalah menyikapi hal-hal atau aspek-aspek dalam suatu bangunan yang umumnya menjadi keprihatinan atau bahkan gangguan terhadap lingkungan, yaitu penggunaan air, penggunaan energi, penggunaan bahan bangunan, pembuangan.

Penggunaan air per orang dalam suatu rumah tinggal, misalnya 150 liter per hari. Namun, bila dicermati, kebutuhan untuk air dengan kualitas bisa diminum hanyalah kurang lebih dua liter per hari. Selebihnya bisa didapatkan dari sumber-sumber dengan kualitas lebih rendah. Artinya bisa menggunakan dari hasil daur ulang.

Untuk penggunaan energi, alasan dan tujuan penghematan energi mudah sekali dipahami, tetapi di samping untuk kepentingan ekonomi individu, harus dipandang juga sebagai kepentingan lingkungan secara kolektif.

Pada pemikiran sustainable, penggunaan bahan bangunan mengalami pengembangan dalam cara pemilihan bahan yang akan digunakan. Banyak hal yang pada masa lalu tidak menjadi pertimbangan, sekarang menjadi penentu dalam pilihan bahan bangunan.

Bahan bangunan yang dipilih tentu yang dianggap mendukung prinsip sustainable, seperti bisa mendukung hemat energi, tidak merusak lingkungan baik langsung maupun tidak langsung. Sampai-sampai dicermati juga apakah produksi dan transportasi bahan tersebut menggunakan energi yang terlalu besar dan banyak mencemari lingkungan.

Hal ini mirip dengan ecolabelling yang diperkenalkan pada tahun 1990-an di mana suatu barang impor (ke negara penerap ecolabelling tersebut) harus dinyatakan secara tertulis bebas dari unsur-unsur perbuatan merusak alam terutama terhadap hutan tropis.

Puncaknya, seperti persoalan pembuangan sampah akhir yang sepertinya selalu diliputi konflik sosial. Bahkan diwarnai kecelakaan yang melibatkan sampah yang memakan banyak korban seperti yang dilihat di Bandung dan Jakarta belum lama ini.

Sustainable building harus bisa memecahkan masalah ini secara mendasar, misalnya dengan merancang fasilitas daur ulang sebagai bagian yang tak terpisahkan dari bangunan tersebut.

Namun sustainable building tidak cuma menyangkut soal bangunan pada tahap perancangan dan pembangunannya saja, tetapi juga pada saat digunakan. Apakah ruang dalam (interior) dari satu bangunan cukup melindungi kesehatan penghuninya? Lebih jauh lagi nilai sustainable akan meningkat lagi bila, misalnya suatu gedung perkantoran menyediakan tempat parkir sepeda yang memadai dan ruang shower bagi pekerja yang datang ke kantor menggunakan sepeda (bike to work). Seolah gedung ini mempromosikan lebih jauh lagi penghematan energi dan lingkungan, jauh di luar batas wilayahnya.

Prinsip prinsip sustainable semakin relevan untuk diterapkan sekaligus semakin memberikan ruang-ruang baru yang cukup luas untuk eksplorasi, penelitian, dan pengembangan yang menanggapi isu sustainability ini. Satu hal lagi, prinsip-prinsip yang memerhatikan lingkungan sudah tidak lagi bertentangan dengan prinsip-prinsip bisnis normal. Jadi sustainable bukan lagi menjadi beban dalam kegiatan usaha, tetapi sudah menjadi salah satu unsur yang menyumbangkan laba.

Rabu, 09 Juni 2010

Eco Property


Properti yang ramah lingkungan kini tidak sekadar kebutuhan manusia. Lebih dari itu, properti yang ”hijau” dan hemat energi telah menjadi tren global yang mempercepat pergerakan roda industri properti, sekaligus simbol kemajuan teknologi.

Maka tak mengherankan, ecoproperty menjadi perhatian utama dalam Kongres Dunia Ke-61 Federasi Real Estat Internasional (FIABCI) di Bali tanggal 24-28 Mei 2010. Kongres yang bertajuk ”Save The World: Green Shoots for Sustainable Real Estate” merupakan titik balik bagi seluruh pemangku kepentingan properti dunia untuk berkontribusi nyata dalam menciptakan lingkungan yang nyaman secara berkelanjutan.
Properti ramah lingkungan di antaranya tecermin dalam desain bangunan, kemampuan mengurangi eksploitasi sumber daya alam, emisi gas karbon, penghematan air dan listrik, serta penggunaan energi terbarukan.Dalam tataran ideal, penerapan konsep properti ramah lingkungan dimulai dengan pemilihan material bangunan. Pemakaian bahan bangunan yang ramah lingkungan dan hemat energi hingga kini masih terus dipelajari dengan mengeksplorasi kearifan lokal.

Penghematan energi
Konsep ecoproperty yang kini banyak diaplikasikan di dunia adalah desain bangunan yang efisien dan menunjang penghematan energi. Misalnya, bentuk-bentuk gedung tinggi yang secara aerodinamis efisien, figur bangunan yang stabil terhadap tekanan angin, ataupun pemanfaatan filter untuk menyerap sinar matahari sehingga menghemat lampu dan pendingin ruangan.

Selain itu, operasional bangunan yang mendukung penghematan energi, di antaranya penerapan teknologi daur ulang (recycled), penggunaan kembali (reused), dan reinvestasi terhadap bahan baku yang sudah tidak bisa didaur ulang.

Kongres FIABCI
Presiden Federasi Real Estate Internasional (FIABCI) Internasional, Lisa Kurrass (kanan) bersama Sekjen Eksekutif FIABCI, Terrance Barkan (kiri) menyampaikan penjelasan tentang Kongres ke-61 Real Estate Dunia di Nusa Dua, Bali, Selasa (25/5). Kongres yang berlangsung 24-28 Mei 2010 akan dihadiri delegasi dari 40 negara untuk membahas perkembangan industri properti yang rencananya dibuka Wakil Presiden Boediono.